Senin, 02 Mei 2011

SARASWATI

Kata Saraswati berasal dari suku kata "Sara-Su-Wati", Sara berarti Panah, dan kata panah berasal dari kata "Bana", kemudian menjadi kata "Banah", yang dapat dimaknai sebagai "Ketajaman Adnyana (cerdas)". Banah menjadi Panah adalah perubahan menurut "p-b-w". Suku kata Su bermakna "Luwih" atau lebih baik. Suku kata Wati bermakna "Ayu" atau cantik, indah atau menarik. Dengan demikian makna dari hari suci Saraswati adalah :

"Amoliha Kepradnyanan Sane Mautama, Pacang Anggen ngemolihang kasukerthan".

Maksudnya, dengan dianugerahkan kecerdasan oleh Sang Hyang Widhi, maka manusia tersebut akan mampu menolong dirinya sendiri dari lembah kesengsaraan serta berwawasan kebijaksanaan sehingga mampu memilah-milah mana yang benar dan tidak benar diantara kebajikan dan keburukan. Oleh karena itu pada pelaksanaan hari suci Saraswati adalah untuk memohon kepradnyanan (kecerdasan) kehadapan Sang Hyang Widhi, agar nantinya bisa melewati samudra kesengsaraannya sehingga mencapai "Mokshrtam Jagaditha Ya Ca Iti Dharma dan Mokshrtam Atmanam".



Tata Upacaranya menurut tuntunan Hindu Bali :

1. Upakaranya

* Upakara munggah di Kemulan

- Banten Pejati asoroh

- Banten Saraswati

- Canang Pesucian

* Upakara pada Lontar/Buku

- Soda putih kuning

- Banten Saraswati

- Canang Pesucian

* Upakara Ayaban

- Banten Pejati asoroh, suci alit

- Banten Ayaban senistane tumpeng 7 bungkul

- Sesayut Amertha Dewa

- Sesayut Puspa Dewa

- Sesayut Pebersihan

- Sesayut Pasupati

- Sesayut Yoga Sidhi

- Banten Prayascita, Bayekawonan, Rantasan warna merah, Pesucian.

- Segehan nasi abang/merah 9 tanding.



2. Tatacara Pelaksanaannya

* Menata upakaranya, dan Sang Penganteb menyiapkan diri.

* Sang Penganteb mengucapkan mantra penyucian upakara, yaitu :

Ong, Jala Sidhi Maha Sakti

Sarwa Sidhi Maha Tirtha

Shiwa Tirtha Manggalaya

Sarwa Papa Winasanam

Ong Sriyambhawantu

Sukam Bhawantu

Purnambhawantu Namah Swaha

* Kemudian Sang Penganteb mengucapkan mantra pengastawa

- Ke hadapan Sang Hyang Shiwa Raditya

- Ke hadapan Sang Hyang Shiwa Guru

- Ke hadapan Sang Hyang Saraswati

Ang, Ung, Mang, Ong, Yang, Saraswati Parama Sidhi Yanamah Swaha

Ang, Ung, Mang, Sang Hyang Guru Reka Yanamah Swaha

Ang, Ung, Mang, Ang, Ah Sang Hyang Kawiswara Yanamah Swaha



Sesontengan :
Nastuti pukulun, paduka bathara Sang Hyang Shiwa Raditya, Sang Hyang Wulan Lintang Trenggana, meraga Sang Hyang Tria Dasa Saksi, Sang Hyang Shiwa Guru, mekadi Sang Hyang Saraswati, Sang Hyang Guru Reka, Sang Hyang Kawiswara... saksinin pangubaktin pinakengulun, angaturaken tadah saji pawitra, saprekaraning daksina, anyenengana de paduka Bathara Kinabehan, pinakengulun amelaku padiyusan, alelenga areresiki, akekampuh, srede paduka Bathara ayogani atur pinakengulun, akedik ipun angaturaken agung ipun amelaku, mangda tan keneng cakra bhawa tulah pamidi de paduka Bathara, angraris paduka Bathara angayapsari, anyumput sari, angisep sarining yadnya, den wus tinekapana, dena sredah paduka Bathara anugrahi Amertha kepradnyanan ring manusanira manut ring karman ipun. Ong Sidhi Rastu Tat Astu Astu Namah Swaha.



* Selanjutnya Sang Penganteb memercikkan tirtha bayekawonan, prayascita, pesucian,

penyeneng, dan rantasan, ke Pelinggih Kemulan, kemudian pada Lontar/buku.

* Kemudian Sang Penganteb ngaturang banten ayabannya dengan mengucapkan mantra

(sama seperti di atas)

* Selanjutnya Sang Penganteb menuntun persembahyangan bersama. Namun sebelumnya,

memercikkan terlebih dahulu tirtha bayekawonan dan prayascita kepada masing-masing

Janadharmika (umat). Setelah selesai persembahyang lanjutkan dengan metirtha dari tirtha

di ulun banten (pejati di ayaban) dan dari Pelinggih Kemulan kemudian mengenakan wija.



Setelah selesai melaksanakan persembahyangan, upakaranya masih nyejer (belum boleh dibongkar) karena menunggu persembahyangan pada dauh "YOGA", yaitu sekitar pukul 02:00 dini hari, sehingga harus Jagra (tidak tidur) sampai selesai persembahyangan pukul 02:00 dini hari ini selesai.



Oleh karena itu, untuk menghilangkan rasa kantuk dibuat kegiatan seperti Dharma Tula, membaca kitab kekawin kekidungan (Dharma Shanti), atau melaksanakan Dharma Wacana. Setelah menginjak pukul 02:00 dini hari, Janadharmika sudah mulai mempersiapkan diri untuk melaksanakan persembahyangan serta melaksanakan yoga samadhi (meditasi) sampai selesai. Setelah itu memohon tirtha kepradnyanan, sampai selesai memakai wija, selanjutnya nyurud ayu (ngayab banten tersebut).



Keesokan harinya, pada hari Redite/Minggu-Pahing-Wuku Shinta, secara tattwa dan etika agama, memendak Amertha yang dianugerahkan oleh Sang Hyang Saraswati, yang berada di tengah samudra yang disebut "Amertha Kamandalu". Oleh karena itulah Janadharmika berduyun-duyun datang ke laut untuk memohon Amertha tersebut.



Pengertian dan persepsi dari Janadharmika banyak yang belum memahami etika memohonnya, berupa tatanan pelaksanaannya. Banyak yang menganggap bahwa dengan datang ke laut kemudian mandi itu sudah melaksanakan "Mebanyu Pinaruh". Sesungguhnya dalam pelaksanaan tersebut memiliki etika sebagai berikut :
Pada waktu kita datang ke laut dengan berpakaian lengkap, sambil membawa upakara senistanya yaitu membawa Canang Sari, segehan dan persiapan perlengkapan sembahyang lainnya. Setibanya di pantai, menghaturkan Canang dan Segehan ke hadapan Sang Hyang Sapta Segara, memohon panglukatan serta memohon Amertha Kamandalu, selanjutnya baru membuka pakaian dan mandi serta keramas.
Sesudah selesai mandi, datang ke sebuah Pura yang ada kaitannya dengan manifestasi Sang Hyang Widhi di laut, seperti di Pura Segara dll. Di sana menghaturkan banten dan melaksanakan persembahyangan dengan permohonan ke hadapan "Sang Hyang Shiwa Baruna". Upacara Banyu Pinaruh mengandung makna yang sangat tinggi untuk kepentingan kehidupan Janadharmika di bumi ini. Oleh karena itu melaksanakan upacara Banyu Pinaruh diharapkan agar tidak asal-asalan, sebaiknya diketahui lebih dahulu tentang besarnya nilai Religiomagis nya pada hari tersebut. Pelaksanaan Banyu Pinaruh ke laut atau ke sebuah danau atau sungai adalah pada dauh "Amertha" atau dauh "Biomantra", sekitar pukul 04:00 pagi. Karena pada saat waktu tersebut, air masih mengandung kekuatan magisnya (Bio). Akan tetapi setelah matahari bersinar, kekuatan magis air tersebut telah terhisap oleh matahari. Makna Banyu Pinaruh dapat dijelaskan sebagai berikut, kata Banyu berarti Air dan air dalam pengertian agama adalah Tirtha. Sedangkan Tirtha sehubungan dengan kehidupan di bumi memiliki pengertian sebagai Amertha. Kata Pinaruh berasal dari kata "Pinih" dan "Weruh" sedangkan kata pinih berarti Utama, dan Weruh artinya mengetahui, dengan mengetahui berarti cerdas (Pradnyan). Dengan demikian Banyu Pinaruh mengandung makna dan pengertian memohon tirtha sebagai kekuatan Amertha Kepradnyanan (Kecerdasan).
Setelah datang dari laut, Janadharmika membuat air kumkuman (air kembang) dan kemudian menyirami kepala dengan air kumkuman tersebut. Hal ini mengandung tujuan agar hati sanubarinya tetap dalam keadaan harum dan damai.
Selanjutnya Janadharmika menghaturkan Rayunan Yasa pada setiap pelinggih. Hal tersebut mengandung tujuan sebagai bahasa simbolis bahwa Janadharmika memohon ke hadapan Sang Hyang Saraswati agar menganugerahkan kepradnyanan sesuai dengan kerthi yasa nya (Swadharma-nya) masing-masing.
Setelah menghaturkan rayunan yasa, Janadharmika kemudian metirtha hingga selesai mewija dan selanjutnya membuat loloh (jamu) yang bahannya terdiri dari :

- Segenggam beras galih/beras yang utuh/tidak pecah

- Gamongan, 7 iris

- Garam secukupnya

- Air asaban kayu cendana

Pembuatan loloh ini memiliki makna dan tujuan sebagai sarana peleburan segala kekotoran

(leteh) Jiwa (bathin). Sebelum loloh itu diminum, dimohonkan dahulu ke hadapan Sang Hyang

Shiwa Guru, secara atmanastuti (mohon dalam hati) dengan mengucapkan mantra sebagai

berikut :

Ong... Ong... Angurahi Kawah Candra Dimuka Yanamah

Ong... Jang Jiwa Sudha Spatika Yanamah

Ang... Ah... Amertha Kamandalu Yanamah Swaha

Ang... Ung... Mang... Shiwa Amertha Yanamah Swaha
Setelah selesai meminim loloh tersebut, yang terakhir adalah nyurud ayu atau memakan nasi yasa.

Dengan selesainya makan nasi yasa, selesai sudah seluruh rangkaian pelaksanaan upacara hari suci Saraswati.



Rahayu... Damai dan Cinta Kasih untuk semua... _/\_



Sumber : "Ajaran Agama Hindu (Acara Agama)" Oleh Drs. I.B. Putu Sudarsana, MBA. MM. Yayasan Dharma Acarya Denpasar Bali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar