Pelaksanaan hari suci Tumpek Landep yaitu setiap Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Landep, atau setiap 210 hari. Pelaksanaan Tumpek Landep dilakukan di Bali karena mengandung hakekat dan makna yang tinggi serta sangat berhubungan dengan kehidupan manusia di bumi terutama mengenai intelegensi manusia, sebab manusia itu sendiri adalah makhluk spiritual yang selalu berhubungan dengan kekuatan supranatural. Kata Landep berarti tajam atau ketajaman.
Hari suci Tumpek Landep merupakan hari peringatan mengajewantahnya Sang Hyang Widhi dengan prabhawa Nya sebagai Sang Hyang Pasupati, untuk menganugerahkan intelegensi (IQ) kepada semua makhluk. Kata Pasupati berasal dari kata "Pasu" dan "Pati", kemudian kata Pasu berarti Sato, Sato erat hubungannya dengan Tattwa, sehingga erat juga hubungannya dengan kata Sattwa. Kata Sattwa sendiri terdiri dari suku kata Sat dan Twa. Dengan demikian Sat berarti "Inti", sedangkan Twa berarti Kebenaran. Kata Pati berarti "Sumber", sehingga Pasupati bermakna "Kekuatan yang timbul, bersumber pada inti kebenaran".
Pada pelaksanaan Upacara Tumpek Landep juga menggunakan sarana Uparengga (Simbol-simbol Suci) yang bersifat tajam, salah satu misalnya adalah sebilah Keris, karena keris memiliki 3 (tiga) sisi mata pisau, yaitu pada rai (sisi) sebelah kanan sebagai nyasa (simbol) kekuatan Hyang Brahma yaitu kekuatan "Sakti". Untuk rai sebelah kiri sebagai kekuatan Hyang Wishnu, yaitu kekuatan "Sidhi". Dan untuk ujung keris yang runcing adalah sebagai simbol kekuatan Hyang Shiwa, yaitu kekuatan "Mandhi". Dari ketiga kekuatan ini tidak hanya bersifat kekuatan spiritual saja, namun juga bersifat nyata. Sidhi berasal dari kata Sidha yang bermakna Kebersihan. Sedangkan kata Sakti berasal dari kata Sakta yang bermakna Ada. Kemudian kata Mandhi berasal dari kata Mandha yang bermakna Selalu Mengalir. Dengan demikian, ketiga makna tersebut menyampaikan bahwa bentuk Anugerah dari Hyang Widhi ke jagat raya selalu bersifat Wahya dan Diatmika (Sekala dan Niskala), untuk selalu menjaga agar ketiga alam (Bhur-Bwah-Swah) berada pada keserasian, keseimbangan dan keselarasan.
Sehubungan dengan simbol senjata keris di atas, adalah merupakan budaya Hindu Bali yang mengandung nilai-nilai Tattwa yang begitu tinggi dan sakral, karena setiap ada kegiatan upacara Hindu Bali lebih sering disertakan sebilah keris seperti upacara memasang pedaginggan, upacara tebasan penampahan, upacara perkawinan, dsb. Namun kenyataannya pada jaman sekarang dikalangan keluarga Hindu Bali banyak yang tidak lagi memiliki keris, kecuali yang mendapatkan warisan. Bahkan tidak jarang, justru keris warisan itu pun dijual, sehingga banyak keris-keris sakral yang justru berguna dalam ritual keagamaan dimiliki oleh orang-orang barat atau non Hindu Bali. Dengan sedikit penjelasan ini, alangkah baiknya jika keluarga Hindu Bali setidaknya memiliki sebilah keris yang sudah di Pasupati.
Demikian juga tentang pengertian masyarakat Hindu Bali di masa sekarang terhadap makna dari pelaksanaan upacara Tumpek Landep sering kali dipersepsikan adalah hari pawetonan mobil dan motor. Pengertian yang demikian itu adalah keliru dan melenceng jauh dari makna sebenarnya, akan tetapi memang pada Tumpek Landep itu juga boleh dibuatkan upacara untuk kendaraan, namun bukan ini inti maknanya. Sarana inti pelaksanaan upacara Tumpek Landep adalah pada sebilah keris yang harus ada, karena keris tersebut juga menyimbulkan adanya Tri Bhuwana di Bhuwana Agung (Bhur-Bwah-Swah) dan Tri Bhuwana di Bhuwana Alit (Sabda-Bayu-Idep).
Tatanan Upacara Tumpek Landep
Upakara munggah di Kemulan
Pertama kali ngunggahang upakaranya di Kemulan rong tengah, sedangkan pada rong kiri dan kanan boleh menggunakan banten soda atau canang sari.
Sarwa Sidhi Maha Tirtha
Siwa Tirtha Manggala Ya
Sarwa Papa Winasaya
Anantasana Ya Namah
Ang... Ung... Mang... Wem... Ong Dewa
Prethistha Ya Namah Swaha
Nama'stute Sweta Pangkaja
Madyaste, Bhaskara Ya Namah Swaha
Ong Hrang Hring Syah
Parama Siwa Ditya Ya Namah Swaha
Tri Murti Trilinggadmanam
Tri Purusa Sudha Nityam
Sarwa Jagat Pranamyanam
Ong Hrang Hring Syah Tri Murti
Ya Namah Swaha
Sangkara Ya, Rudra Ya,
Isana Dipataye Sri Pasupati
Ya Namah Swaha
Raditya, Sang Hyang Wulan Lintang Tranggana meraga Sang Hyang Triodasa
Saksi, Sang Hyang Tri Murti, mekadi Sang Hyang Pasupati, saksinin
pangubhaktin pinakengulun, angaturaken tadah saji pawitra seprakaraning saji
pasupati asung kertha nugraha Bathara anugraha ripinakengulun, kesidhian,
kesaktian, kemandian, manut ring swadharmaningulun nanging akedikulun
angaturaken, agung pinakengulun amelaku, mangda tan keneng kecampahan,
cakrabhawa, tulah pamidi de paduka Bathara kinabehan.
Ong sidhirastu pujaningulun.
Bhutyantu Srilokanatha
Segana Separiwarah
Swarga Sadha Siwasca, Ong... Ang... Ah...
Amertha Sanjiwa Ya Namah
Ang... Ung... Mang... Siwa Mertha
Ya Namah Swaha
Sarwa Prani Hitangkarah
Mamoca Sarwa Papebhyah
Phala Ya Swa Sadhasiwa
Papaham Papa Karmaham
Papatma Papa Sambawa
Trahimampun Dari Kaksah
Sabahya Byantara Suci
Ksantawya Kayika Dosah
Ksantawya Wacika Mamah
Ksantawya Manahsa Dosah
Tat Pramadat Ksama Swamam
Om Shantih, Shantih, Shantih Om
Sumber : "Ajaran Agama Hindu (Acara Agama)" Oleh Drs. I.B. Putu Sudarsana, MBA. MM. Yayasan Dharma Acarya Denpasar Bali.
Hari suci Tumpek Landep merupakan hari peringatan mengajewantahnya Sang Hyang Widhi dengan prabhawa Nya sebagai Sang Hyang Pasupati, untuk menganugerahkan intelegensi (IQ) kepada semua makhluk. Kata Pasupati berasal dari kata "Pasu" dan "Pati", kemudian kata Pasu berarti Sato, Sato erat hubungannya dengan Tattwa, sehingga erat juga hubungannya dengan kata Sattwa. Kata Sattwa sendiri terdiri dari suku kata Sat dan Twa. Dengan demikian Sat berarti "Inti", sedangkan Twa berarti Kebenaran. Kata Pati berarti "Sumber", sehingga Pasupati bermakna "Kekuatan yang timbul, bersumber pada inti kebenaran".
Pada pelaksanaan Upacara Tumpek Landep juga menggunakan sarana Uparengga (Simbol-simbol Suci) yang bersifat tajam, salah satu misalnya adalah sebilah Keris, karena keris memiliki 3 (tiga) sisi mata pisau, yaitu pada rai (sisi) sebelah kanan sebagai nyasa (simbol) kekuatan Hyang Brahma yaitu kekuatan "Sakti". Untuk rai sebelah kiri sebagai kekuatan Hyang Wishnu, yaitu kekuatan "Sidhi". Dan untuk ujung keris yang runcing adalah sebagai simbol kekuatan Hyang Shiwa, yaitu kekuatan "Mandhi". Dari ketiga kekuatan ini tidak hanya bersifat kekuatan spiritual saja, namun juga bersifat nyata. Sidhi berasal dari kata Sidha yang bermakna Kebersihan. Sedangkan kata Sakti berasal dari kata Sakta yang bermakna Ada. Kemudian kata Mandhi berasal dari kata Mandha yang bermakna Selalu Mengalir. Dengan demikian, ketiga makna tersebut menyampaikan bahwa bentuk Anugerah dari Hyang Widhi ke jagat raya selalu bersifat Wahya dan Diatmika (Sekala dan Niskala), untuk selalu menjaga agar ketiga alam (Bhur-Bwah-Swah) berada pada keserasian, keseimbangan dan keselarasan.
Sehubungan dengan simbol senjata keris di atas, adalah merupakan budaya Hindu Bali yang mengandung nilai-nilai Tattwa yang begitu tinggi dan sakral, karena setiap ada kegiatan upacara Hindu Bali lebih sering disertakan sebilah keris seperti upacara memasang pedaginggan, upacara tebasan penampahan, upacara perkawinan, dsb. Namun kenyataannya pada jaman sekarang dikalangan keluarga Hindu Bali banyak yang tidak lagi memiliki keris, kecuali yang mendapatkan warisan. Bahkan tidak jarang, justru keris warisan itu pun dijual, sehingga banyak keris-keris sakral yang justru berguna dalam ritual keagamaan dimiliki oleh orang-orang barat atau non Hindu Bali. Dengan sedikit penjelasan ini, alangkah baiknya jika keluarga Hindu Bali setidaknya memiliki sebilah keris yang sudah di Pasupati.
Demikian juga tentang pengertian masyarakat Hindu Bali di masa sekarang terhadap makna dari pelaksanaan upacara Tumpek Landep sering kali dipersepsikan adalah hari pawetonan mobil dan motor. Pengertian yang demikian itu adalah keliru dan melenceng jauh dari makna sebenarnya, akan tetapi memang pada Tumpek Landep itu juga boleh dibuatkan upacara untuk kendaraan, namun bukan ini inti maknanya. Sarana inti pelaksanaan upacara Tumpek Landep adalah pada sebilah keris yang harus ada, karena keris tersebut juga menyimbulkan adanya Tri Bhuwana di Bhuwana Agung (Bhur-Bwah-Swah) dan Tri Bhuwana di Bhuwana Alit (Sabda-Bayu-Idep).
Tatanan Upacara Tumpek Landep
Upakara munggah di Kemulan
- Pejati lengkap asoroh
- Tumpeng abang 2 bungkul lengkap dengan rerasmen, dengan sampian tumpeng, penyeneng semuanya memakai sarana daun endong bang (merah).
- Canang Pesucian
- Banten tetebasan Pasupati
- Banten prayascita, bayekawonan
- Segehan abang 1 tanding
Pertama kali ngunggahang upakaranya di Kemulan rong tengah, sedangkan pada rong kiri dan kanan boleh menggunakan banten soda atau canang sari.
- Pada rong tengah dari Kemulan, ngunggahang toya (air) berisi asaban cendana, majagau dan menyan serta berisi base tubungan 1 buah.
- Kemudian mengambil sebilah keris atau tombak (intinya yang memiliki 3 mata pisau) sebagai simbol. Keris atau tombak tersebut dibersihkan dengan minyak wangi, kemudian diletakkan pada banten tebasan Pasupati yang sudah tertata di hadapan Kemulan.
- Pemimpin upacara (penganteb) menyiapkan diri untuk nganteb upakara tersebut, dimulai dengan menyucikan diri dengan tirtha pebersihan.
Sarwa Sidhi Maha Tirtha
Siwa Tirtha Manggala Ya
Sarwa Papa Winasaya
- Pemimpin upacara mulai melaksanakan pengutpeti melalui pengastawanya.
Anantasana Ya Namah
Ang... Ung... Mang... Wem... Ong Dewa
Prethistha Ya Namah Swaha
- Pangastawa Stiti Dewa ke hadapan Hyang Shiwa Raditya.
Nama'stute Sweta Pangkaja
Madyaste, Bhaskara Ya Namah Swaha
Ong Hrang Hring Syah
Parama Siwa Ditya Ya Namah Swaha
- Pangastawa ke hadapan Sang Hyang Tri Murti
Tri Murti Trilinggadmanam
Tri Purusa Sudha Nityam
Sarwa Jagat Pranamyanam
Ong Hrang Hring Syah Tri Murti
Ya Namah Swaha
- Pangastawa ke hadapan Sang Hyang Pasupati
Sangkara Ya, Rudra Ya,
Isana Dipataye Sri Pasupati
Ya Namah Swaha
- Sesontengan :
Raditya, Sang Hyang Wulan Lintang Tranggana meraga Sang Hyang Triodasa
Saksi, Sang Hyang Tri Murti, mekadi Sang Hyang Pasupati, saksinin
pangubhaktin pinakengulun, angaturaken tadah saji pawitra seprakaraning saji
pasupati asung kertha nugraha Bathara anugraha ripinakengulun, kesidhian,
kesaktian, kemandian, manut ring swadharmaningulun nanging akedikulun
angaturaken, agung pinakengulun amelaku, mangda tan keneng kecampahan,
cakrabhawa, tulah pamidi de paduka Bathara kinabehan.
Ong sidhirastu pujaningulun.
- Sesudah itu ngaturang pesucian dengan memercikkan tirtha prayascita, bayekawonan, pesucian dan penyeneng ke arah bangunan suci kemulan dan kepada senjata yang menjadi simbol baik itu keris atau pun tombak. (Baru kemudian kepada kendaraan mobil dan motor).
- Selanjutnya mengucapkan mantra Pabhuktyan Dewa.
Bhutyantu Srilokanatha
Segana Separiwarah
Swarga Sadha Siwasca, Ong... Ang... Ah...
Amertha Sanjiwa Ya Namah
Ang... Ung... Mang... Siwa Mertha
Ya Namah Swaha
- Selanjutnya mengucapkan mantra Pangaksama Dewa yang mengandung maksud, untuk memohon maaf kehadapan Sang Hyang Widhi atas kekurangan-kekurangan sebagai manusia.
Sarwa Prani Hitangkarah
Mamoca Sarwa Papebhyah
Phala Ya Swa Sadhasiwa
Papaham Papa Karmaham
Papatma Papa Sambawa
Trahimampun Dari Kaksah
Sabahya Byantara Suci
Ksantawya Kayika Dosah
Ksantawya Wacika Mamah
Ksantawya Manahsa Dosah
Tat Pramadat Ksama Swamam
Om Shantih, Shantih, Shantih Om
- Kemudian Sang Penganteb memimpin persembahyangan bersama, sampai selesai metirtha, dan memakai bija. Maa selesailah sudah pelaksanaan dari upacara Tumpek Landep.
Sumber : "Ajaran Agama Hindu (Acara Agama)" Oleh Drs. I.B. Putu Sudarsana, MBA. MM. Yayasan Dharma Acarya Denpasar Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar